07.51

Penggunaan Media Pembelajaran

Diposting oleh Matematika Mobile Learning

Menurut Bruner (1966) ada tiga tingkatan utama modus belajar yaitu pengalaman langsung (enactive), pengalaman pictorial atau gambar (iconic), dan pengalaman abstrak (symbolic). Pengalaman langsung adalah mengerjakan, misalnya arti kata simpul dipahami dengan langsung membuat “simpul”. Pada tingkatan kedua yang diberi label iconic (artinya gambar atau image), kata “simpul” dipelajari dari gambar, lukisan foto, atau film. Meskipun siswa belum pernah mengikat tali untuk membuat “simpul” mereka dapat mempelajari dan memahaminya dari gambar, lukisan, foto, atau film. selanjutnya, pada tingkatan simbol, siswa membaca (atau mendengar) kata “simpul” dan mencoba mencocokkannya dengan simpul pada image mental atau mencocokkannnya dengan pengalamannya membuat simpul. Ketiga tingkat pengalaman ini saling berinteraksi dalam upaya memperoleh pengalaman (pengetahuan, keterampilan atau sikap) yang baru.

Tingkatan pengalaman pemerolehan hasil belajar seperti itu digambarkan oleh Dale (1969) sebagai suatu proses komunikasi. Materi yang ingin disampaikan dan diinginkan siswa dapat menguasainya disebut sebagai pesan. Guru sebagai sumber pesan menuangkan pesan ke dalam simbol-simbol tertentu (encoding) dan siswa sebagai penerima menafsirkan simbol-simbol tersebut sehingga dipahami sebagai pesan (decoding). Cara pengolahan pesan oleh guru dan murid tampak pada Gambar 1, berikut.



Uraian di atas memberikan petunjuk agar pembelajaran dapat berhasil dengan baik, peserta didik sebaiknya diajak untuk memanfaatkan semua alat inderanya. Guru berupaya untuk menampilkan rangsangan (stimulus) yang dapat diproses dengan berbagai indera. Semakin banyak alat indera yang digunakan untuk menerma dan mengolah informasi semakin besar kemungkinan informasi tersebut dimengerti dan dapat dipertahankan dalam ingatan. Dengan demikian, peserta didik diharapkan akan menerima dan menyerap dengan mudah dan baik pesan-pesan dalam materi yang disajikan.

Peserta didik akan belajar lebih banyak daripada materi pelajaran disajikan hanya dengan stimulus pandang atau hanya dengan stimulus dengar. para ahli memiliki pandangan yang searah mengenai hal itu. Perbandingan pemerolehan hasil belajar melalui indera pandang dan indera dengar sangat menonjol perbedaannnya. Kurang lebih 90% hasil belajar seseorang diperoleh melalui indera pandang dan hanya sekitar 5% diperoleh melalui indera dengar, dan 5% lagi dengan indera lainnya (Baugh dalam Achsin, 1986). Sementara itu, Dale (1986) memperkirakan bahwa pemerolehan hasil belajar melalui indera pandang berkisar 75%, melalui indera dengar sekitar 13%, dan melalui indera lainnya sekitar 12%.

Salah satu gambaran yang paling banyak dijadikan acuan sebagai landasan teori penggunaan media dalam proses belajar adalah Dale’s Cone of Experience atau Kerucut-Pengalaman Dale. Kerucut ini merupakan elaborasi yang rinci dari konsep tiga tingkatan pengalaman yang dikemukakan oleh Bruner sebagaimana diuraikan sebelumnya. Hasil belajar seseorang diperoleh mulai dari pengalaman langsung (konkret) yang ada di lingkungan seseorang, kemudian melalui benda tiruan, sampai pada lambang verbal (abstrak). Urutan-urutan ini tidak berarti proses belajar mengajar harus selalu dimulai dari pengalaman langsung, tetapi dimulai dengan jenis pengalaman yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan kelompok peserta didik yang dihadapi dengan mempertimbangkan situasi belajarnya.
Dasar pengembangan kerucut ini bukanlah tingkat kesulitan, melainkan tingkat keabstrakan jumlah jenis indera yang terlibat serta selama penerimaan isi pengajaran atau pesan.

Pengalaman langsung akan memberi kesan paling utuh dan paling bermakna mengenai informasi dan gagasan yang terkandung dalam pengalaman itu, sebab melibatkan indera penglihatan, pendengaran, perasaan, penciuman, dan peraba. ini dikenal dengan learning by doing misalnya keikut sertaan dalam menyiapkan makanan, membuat perabot rumah tangga, mengumpulkan perangko, dan melakukan percobaan di laboratorium, yang kesemuanya itu memberi dampak langsung terhadap pemerolehan dan pertumbuhan pengetahuan, keterampilan, dan sikap.



Tingkat keabstrakan pesan akan semakin tinggi ketika pesan itu dituangkan ke dalam lambang-lambang seperti bagan, grafik, atau kata. Jika pesan terkandung dalam lambang-lambang seperti itu maka indera yang dilibatkan untuk menafsirkannnya semakin terabatas, yakni indera penglihatan atau indera pendengaran. Meskipun tingkat partisipasi fisik berkurang, keterlibatan imajinatif semakin bertambah dan berkembang. Sesungguhnya, pengalaman konkret dan pengalaman abstrak dialami silih berganti. Hasil belajar dari pengalaman langsung mengubah dan memperluas jangkauan abstraksi seseorang, dan sebaliknya, kemampuan interpretasi lambang kata membantu seseorang untuk memahami pengalaman yang dialaminya secara langsung.

Gerlach dan Ely (1971) mengemukakan tiga ciri media yang merupakan alasan penggunaan media termasuk diantaranya membantu guru dalam menyampaikan informasi yang sulit dipahami dengan penyampaian konvensional.

a. Ciri Fiksatif (Fixative Property)
Ciri ini mengambarkan kemampuan media merekam, menyimpan, melestarikan, dan merekonstruksi suatu peristiwa atau objek. Suatu peristiwa atau objek dapat disusun kembali dengan media seperti fotografi, video tape, audio tape, disket komputer, dan film. Suatu objek yang telah diambil gambarnya (direkam) dengan kamera atau video kamera dengan mudah dapat direproduksi dengan mudah kapan saja diperlukan. Dengan ciri fiksatif ini, media memungkinkan suatu rekaman kejadian atau objek yang terjadi pada satu waktu tertentu ditransformasikan tanpa mengenal waktu.

b. Ciri Manipulatif (Manipulative Property)
Transformasi suatu kejadian atau objek dimungkinkan karena media memiliki ciri manipulatif. Kejadian yang memakan waktu berhari-hari dapat disajikan kepada peserta didik dalam waktu dua atau tiga menit dengan teknik pengambilan gambar time-lapse recording. Misalnya, proses larva menjadi kepompong kemudian menjadi kupu-kupu dapat dipercepat dengan teknik ini. Di samping dapat dipercepat, suatu kejadian dapat pula diperlambat pada saat menayangkan kembali hasil suatu rekaman video. Misalnya, reaksi kimia yang dapat diamati melalui kemampuan manipulatif dari media. Demikian pula, suatu aksi gerakan dapat direkam dengan foto kamera untuk foto.

Pada rekaman gambar hidup (video, motion film) kejadian dapat diputar mundur. Media (rekaman video atau audio) dapat diedit sehingga guru hanya menampilkan bagian-bagian penting atau utama dari ceramah, pidato, atau urutan suatu kejadian dengan memotong bagian-bagian yang tidak diperlukan. Kemampuan media dari ciri manipulatif memerlukan perhatian sungguh-sungguh karena apabila terjadi kesalahan dalam pengaturan kembali urutan kejadian atau dalam pemotongan bagian-bagian, dapat mengakibatkan kesalahan penafsiran yang dapat mengubah sikap mereka ke arah yang tidak diinginkan.

c. Ciri Distributif (Distributive Property)
Ciri distributif dari media memungkinkan suatu objek atau kejadian ditransportasikan melalui ruang dan secara bersamaan kejadian tersebut disajikan kepada sejumlah besar peserta didik dengan stimulus pengalaman yang relatif sama mengenai kejadian itu. Dewasa ini, distribusi media tidak hanya terbatas pada satu kelas atau beberapa kelas pada sekolah-sekolah di dalam suatu wilayah tertentu, tetapi juga media itu misalnya rekaman video, audio, disket komputer dapat disebar ke seluruh penjuru tempat yang diinginkan kapan saja.
Sekali informasi direkam dalam format media apa saja, ini dapat direproduksi berulang kali dan siap digunakan secara bersamaan di berbagai tempat atau digunakan secara berulang-ulang di suatu tempat. Konsistensi informasi yang telah direkam akan terjamin sama atau hampir sama dengan aslinya.

0 komentar:

Posting Komentar